Anda mungkin memperhatikan bahwa banyak dan semakin banyak orang di Internet belakangan ini yang melatih keahlian tato mereka dengan segala jenis buah: pisang, apel, jeruk, sebutkan saja! Tapi, apa yang menarik dengan tren baru ini? Dan apa itu benar-benar baru?
Ternyata penggunaan buah-buahan sebagai kanvas tato telah ada selama beberapa dekade, bahkan lebih lama. Masih ingat berbagai tato gagal yang anda lihat bertebaran di web? Begitulah, mungkin “seniman-seniman” itu belum pernah mempraktekkan pada jeruk dan sejenisnya. Itu mudah dikatakan karena mereka tak mengerti bagaimana membubuhkan tinta pada kulit manusia.
Lalu, mengapa buah-buahan? Itu mudah, kulit mereka adalah yang paling mirip kulit manusia (tanpa menyertakan kulit dan tubuh binatang, tentu saja). Melon, sebagai contoh, sangat cocok untuk berlatih garis gambar, tapi agak terlalu besar dan mungkin kurang nyaman untuk dikerjakan. Ini membuat jeruk dan angur menjadi pilihan terbaik untuk seniman tato yang benar-benar peduli kualitas karya mereka.
Tapi cukup dengan penjelasan, mari kita lihat beberapa jeruk dengan tato!
Lihatlah garis-garis yang sangat tipis itu. Pasti membutuhkan waktu sangat lama bagi si seniman!
Ok, Kelihatannya ini semacam bunga yang mekar… tapi agak sedikit mirip kubis?
Nah, ini baru bunga! Mari kita bersalaman!
Seekor ngengat aneh dengan mata dipunggungnya? Bagus sekali!
Lebih banyak bunga indah. Agak membosankan, tapi ini semua demi kebaikan.
Ini terlihat seperti “jamur ajaib” untuk saya, meski saya belum pernah melihatnya seumur hidup.
Bukankah ini peri hutan yang menawan?
Pernah melihat sebuah mawar oranye? Ya, berarti sekarang pernah.
HR Giger akan bangga. Itu Xenomorph yang mengagumkan.
Jeruk ini mungkin terlihat seperti ditutupi coretan, tapi masing-masing coretan itu adalah pengalaman ekstra.
Banyaknya detail pada kulit ini menakjubkan. Anda dapat menjual benda ini ke galeri.
Saya tidak 100% yakin jika ini jeruk, tapi sudah pasti bukan pantat seseorang. Tato Two-Face seharusnya hanya di izinkan dibuat pada pantat anda, karena, anda tahu… “two faces”?