Site stats Fakta Covid-19 Varian Delta Plus, Sudah Masuk Indonesia! – Brain Berries

Fakta Covid-19 Varian Delta Plus, Sudah Masuk Indonesia!

Advertisements

Sekitar bulan Mei 2021, Indonesia ‘kedatangan’ tiga varian baru Covid-19 yaitu B.1.1.7 atau varian Alfa yang pertama kali ditemukan Inggris, varian mutasi ganda B.1.617 atau varian Delta yang awalnya dari India, serta B.1.351 atau varian Beta yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan. Bahkan baru-baru ini dikabarkan bahwa varian baru Delta Plus juga ‘tiba’ di Indonesia! 

Kali ini kami akan membahas 6 fakta varian baru Covid-19 bernama Delta Plus. Ada fakta apa saja? Cek daftar pertamanya di bawah ini!

1. Turunan Varian Delta

Menurut temuan para peneliti dan WHO, Delta Plus merupakan varian terbaru SARS-CoV-2 yang telah menyebar ke berbagai negara dan merupakan turunan dari varian Delta. Lalu apa itu Delta Plus? Varian ini menimbulkan mutasi K417N yang terletak pada protein lonjakan virus (protein spike) yang berfungsi menginfeksi sel-sel sehat. Mutasi jenis ini sama seperti varian Beta dan Gamma. 

Menurut Hindustan Times, gejala-gejala yang timbul saat terinfeksi varian Delta Plus adalah batuk, diare, demam, sakit kepala, ruam kulit, perubahan warna pada jari tangan dan kaki, nyeri pada dada, serta sesak napas. Para peneliti juga menambahkan terdapat beberapa gejala lain yang mungkin timbul, yaitu sakit perut, mual, dan kehilangan nafsu makan.

2. Berbeda dengan Varian Delta

Meskipun varian Delta Plus merupakan turunan dari Delta, tapi keduanya memiliki perbedaan, meskipun tidak signifikan. Menurut para ahli dan WHO, varian Delta atau disebut juga B.1.617.2 akan meningkatkan tingkat transmisi (penularan) sebanyak 40-60 persen, namun tidak terdapat mutasi K417N. Sedangkan varian Delta Plus ini harus lebih diwaspadai karena peningkatan tingkat transmisinya mirip seperti Delta, serta memiliki mutasi K417N. 

Meskipun begitu, para peneliti menduga bahwa kemungkinan peningkatan transmisi Delta Plus lebih kecil ketimbang Delta, artinya Delta Plus tidak lebih rentan menular daripada Delta. Hal itu diungkap oleh Francois Balloux, profesor biologi sistem komputasi dan direktur di Institut Genetika Universitas College London. Francois mengatakan, “Mengingat sedikitnya jumlah strain yang dilaporkan. Menunjukkan bahwa Delta Plus tidak lebih menular dari varian Delta.”

3. Peningkatan Transmisibilitas Masih Diperdebatkan

Meskipun beberapa peneliti mengatakan bahwa Delta Plus tidak lebih menular daripada Delta, namun varian baru ini ditetapkan sebagai VOC (Variant Of Concern) oleh Kementerian Kesehatan India. Ini disebabkan varian Delta Plus ini memiliki potensi peningkatan transmisibilitas, sehingga lebih mudah menyebar. Varian ini juga lebih mudah ‘merusak’ sel paru-paru dan lebih tahan terhadap terapi antibodi monoklonal. 

Namun Dr Gagandeep Kang, virologist India pertama yang tergabung dalam Royal Society di London, berpendapat bahwa melabeli Delta Plus sebagai VOC masih terlalu dini, karena belum ada bukti yang kuat bahwa Delta Plus lebih mudah menginfeksi dan berbahaya ketimbang varian lainnya. Dr Kang mengatakan, “Kalian harus mempelajari ratusan pasien yang terpapar Delta Plus untuk menyimpulkan kalau varian ini lebih berbahaya dan mudah menular, atau sebaliknya.”

Sementara itu, Dr Jeremy Kamil, virologist dari Louisiana State University Health Sciences Center di Shreveport juga sependapat dengan Dr Kang, bahwa walaupun menggunakan contoh 166 Delta Plus yang dibagikan di GISAID (pangkalan data global tentang gen dan virus) namun hal itu belum cukup untuk menyimpulkan bahwa Delta Plus lebih ‘berbahaya’ ketimbang Delta.

Dr Kamil menambahkan, “Aku tidak yakin bahwa India atau para ahli lainnya di dunia telah merilis atau mengumpulkan data yang cukup untuk menetapkan bahwa Delta Plus lebih berbahaya daripada varian Delta. Aku tidak terlalu khawatir, tapi kita harus tetap meneliti lebih lanjut terhadap varian baru ini.”

4. Efektivitas Vaksin Terhadap Varian Delta Plus

Menurut WHO sendiri, varian Delta Plus tidak umum dan tidak termasuk ke dalam Variant Of Concern (VOC). Meskipun begitu, varian ini tetap berbahaya terhadap kesehatan manusia. Sementara itu, masih belum ada bukti atau data yang cukup tentang efektivitas vaksin terhadap Delta Plus. Hingga saat ini, masih diteliti vaksin manakah yang paling efektif mencegah dan melemahkan varian baru tersebut.

Sedangkan untuk varian Delta, terdapat beberapa jenis vaksin dengan tingkat efektivitas tinggi, yaitu Pfizer dan AstraZeneca dengan tingkat efektivitas masing-masing 96% dan 92% setelah penyuntikan 2 dosis. Selain itu, Moderna dan Covaxin juga mampu menetralkan varian Delta. Untungnya, saat ini 3 dari 4 vaksin yaitu Pfizer, AstraZeneca, dan Moderna sudah bisa didapatkan di Indonesia.

5. Berasal dari India

Virus corona varian Delta ditemukan pertama-kali di India pada bulan Oktober 2020. Sedangkan varian Delta Plus ditemukan pertama-kali di negara yang sama sekitar bulan April 2021, dan ditemukan di 6 area yaitu Maharashtra, Madhya Pradesh, dan Kerala. 

Seketika pemerintah India langsung menutup mal dan gedung bioskop demi mengendalikan Delta Plus yang mereka percayai lebih mudah menular. Mereka menyatakan, “Tingkat positif dan infeksi harian turun secara konsisten hingga seminggu yang lalu. Tetapi di beberapa daerah lagi kasus mulai meningkat. Kami tidak tahu apakah ini karena pelonggaran pembatasan atau varian baru, tetapi ini menjadi perhatian.” 

Selain itu, varian Delta Plus juga telah terdeteksi di berbagai negara yaitu Amerika Serikat, Inggris, Portugal, Swiss, Jepang, Polandia, Nepal, Cina, dan Rusia. Bahkan, saat ini varian Delta Plus telah ditemukan juga di Indonesia. 

6. Sudah Ditemukan di Indonesia

Prof Amin Subandrio, direktur dari Lembaga Eijkman menyatakan terdapat 2 wilayah yang telah terpapar varian Delta Plus, yaitu Mamuju dan Jambi. Eijkman sendiri merupakan lembaga penelitian biologi molekuler yang berstatus satuan kerja di bawah naungan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

Menurut Prof Amin, varian Delta Plus tidak jauh berbeda dengan varian Delta yang ditemukan pertama-kali di India. Namun Lembaga Eijkman masih meneliti apakah virus ini jauh lebih berbahaya daripada varian lainnya. Dia mengatakan bahwa gejala yang menonjol adalah mengalami diare dan gejala pilek. Karenanya dia menyarankan kepada masyarakat agar tidak kendor menjaga protokol kesehatan dan mendapatkan vaksinasi Covid-19.