Mungkin susah dipercaya, tapi saat ini ternyata masih ada peradaban yang sedikit atau sama sekali tidak bersentuhan dengan dunia luar. Karena kebanyakan dari mereka berada di pulau-pulau yang susah dijangkau atau tinggal tersembunyi di suatu wilayah dengan hutan sangat lebat yang sulit dicapai dengan mobil/perahu/helikopter/kuda sembrani. Dengan memikirkan hal itu, inilah 6 suku terpencil yang tak akan ragu menekan tombol berlangganan jika mereka punya koneksi WiFi.
6. Kawahiva (Brazil)
Sejauh ini, bukti utama keberadaan suku Kawahiva hanyalah peninggalan-peninggalan arkeologi (rumah, anak panah, gubuk yang ditinggalkan, dll). Tapi sebuah rekaman video dari suku tersebut yang dibuat pada tahun 2011 meraih perhatian yang berarti dari seluruh dunia. Dikenal oleh penduduk setempat sebagai “manusia pendek” atau “orang berkepala merah”, suku mereka hanya terdiri dari 30 individu dan tinggal di dekat kota Colniza, Brazil. Meskipun mereka menjalani gaya hidup nomaden sebagai akibat ancaman dari luar, terdapat bukti bahwa mereka pernah hidup di pemukiman tetap. Mereka juga dikenal karena sistem tangga kompleks yang dibangun di pohon-pohon untuk mengumpulkan madu.
5. Yanomami (Venezuela)
Selama ribuan tahun suku Yanomami telah menghuni hamparan hutan tropis yang meliputi wilayah selatan Venezuela dan utara Brazil. Mayoritas dari 35.000 populasi Yanomami hidup di desa-desa yang menghiasi wilayah itu, tapi sejumlah anggota suku Moxateteu – nama yang diberikan untuk salah satu dari mereka yang belum berhubungan dengan dunia luar – relatif besar. Wabah Campak mengacaukan jumlah populasinya pada 1960an dan 500 lainnya telah terinfeksi pada tahun 2018. Penambangan emas menjadi ancaman lainnya.
4. Mashco Piro (Peru)
Berjumlah diantara 100 dan 250 orang, suku Mashco Piro menghadapi banyak ancaman sebagai hasil dari penebangan kayu dan eksplorasi minyak/gas. Mereka seringkali menghindari orang luar, yang dapat dimengerti mengingat pada 1894 sebagian besar dari nenek moyang mereka telah dibantai oleh tentara bayaran dari seorang tuan tanah perkebunan karet, Carlos Fitzcarrald. Akan tetapi, karena perpindahan yang meningkat, beberapa dari mereka telah mulai muncul dan telah dilaporkan meminta-minta makanan pada komunitas-komunitas yang berdekatan. Ini menimbulkan resiko tersendiri karena suku Mashco Piro tidak memiliki imunitas pada penyakit-penyakit yang umum.
3. Ayoreo (Paraguay)
Dipercaya sebagai kelompok suku asli terakhir Amerika Selatan di luar Lembah Amazon yang belum berhubungan dengan dunia luar, misionaris-misionaris Kristen pertama kali bertemu dengan suku Ayoreo pada tahun 1720an, tapi misi itu telah ditinggalkan sekitar tahun 1740an dan suku Ayoreo dibiarkan sendirian sampai 200 tahun berikutnya. Pada awal abad 19, anggota-anggota suku Ayoreo telah dibunuh dalam berbagai aksi genosida dan penculikan anak. Sementara kebanyakan dari 5.600 anggota suku Ayoreo sekarang tinggal di berbagai pemukiman, sekitar 100 lainnya tetap tak bisa dijangkau dan tetap hidup secara nomaden di rimbunnya Hutan Cacho. Akan tetapi sampai sekarang para penebang hutan masih meratakan hutan di sekitar mereka dengan buldoser, yang menyebabkan suku Ayoreo mengungsi lebih jauh ke dalam hutan. Selain penebangan hutan, paparan berbagai penyakit di mana mereka tidak memiliki imunitas, juga mengancam menurunkan populasinya.
2. Awá (Brazil)
Dari semua suku yang ada di daftar ini, suku Awá adalah dianggap sebagai yang paling terancam punah. Mereka hidup di hutan-hutan Amazon, di sepanjang perbatasan Brazil-Peru. Dari 600 anggota suku itu yang telah diketahui, hanya sekitar 100 orang yang masih menjalani kehidupan nomaden. Dua ancaman terbesar untuk eksistensi mereka adalah penebangan ilegal dan kebakaran hutan. Sebagai hasilnya, salah satu suku lainnya yang dikenal sebagai Guajara – telah mengambil peran sebagai penjaga untuk melindungi suku Awá.
1. Suku Sentinel (Kepulauan Andaman)
Suku Sentinel menjadi suku terasing yang paling banyak dibicarakan sampai saat ini. Berlokasi di Pulau Sentinel Utara, wilayah yang secara teori dikelola oleh India tapi dalam prakteknya penduduknya diberikan semacam otonomi penuh, suku ini sangat tidak bersahabat kepada mereka yang mendekati pulau itu. Hampir tidak ada yang kita ketahui tentang suku ini; bahkan bahasa yang mereka gunakan sangat misterius sehingga belum dapat di klasifikasi. Mereka diketahui tidak melakukan aktivitas pertanian dan meski telah menggunakan api, belumlah jelas apakah mereka mengerti cara membuatnya. Terdapat larangan untuk mengunjungi pulau itu, meskipun itu tidak menghentikan seorang misionaris Amerika naif untuk mendarat dan mencoba mengkonversi suku Sentinel ke Kristen pada November 2018. Hal itu berakhir seperti yang anda bayangkan. Tidak pernah terdengar rencana untuk mengembalikan mayatnya.